Jumat, 28 Mei 2010

BELAJAR MENCINTAI DENGAN TULUS


Pengucapan kata-kata penuh mesra, adalah bagian dari ekspresi cinta kasih seseorang kepada kekasih hatinya terutama kepada istri/suami tercinta.Sebagai bentuk ekspresi dan apresiasi cinta, terkadang pernyataan itu disampaikan dalam dua bentuk kalimat dengan esensi yang hampir sama, seperti dua bentuk pernyataan dibawah ini :
Kalimat pertama mengatakan : “Aku mencintai kamu karena aku membutuhkanmu…”

Sedangkan bentuk kalimat yang kedua mengungkapkan : “Aku membutuhkanmu karena aku cinta padamu…” Sepertinya ada kemiripan dalam mengungkapkan kedua kalimat tersebut. Akan tetapi, apabila diperhatikan secara cermat, kedua kalimat tersebut mempunyai perbedaan mendasar, terutama pada sisi pengertian atau makna yang terkandung di dalamnya.

Perbedaan terletak pada apakah ada nilai ketulusan dari orang yang mengucapkannya. Dalam menjalani hubungan sehari-hari dengan orang yang kita cintai (suami/istri), memang sudah selayaknya kita melakukannya dengan penuh ketulusan. Tidaklah baik kiranya apabila dalam menjalani rumah tangga, salah satu pihak selalu memperhitungkan atau mempertimbangkan segala sesuatunya.

Ketika ada indikasi sikap tersebut tetap dipertahankan, maka sikap tersebut pada suatu waktu nanti akan dapat menjadi kerikil tajam sumber perpecahan atau pertengkaran, yang akhirnya bisa menjadi penyebab runtuhnya hubungan cinta kasih antar pasutri. Karena Ketulusan itu tidak menuntut…(ho..ho..ho..)

Terima apa adanya..{ hmm..hmmm} Terlalu banyak menuntut hanya akan berujung pada kepentingan pribadi, sehingga tidak akan mampu menambahkan kedewasaan hubungan. Dalam hubungan, jangan mencemari hati dan cinta dengan banyak tuntutan, karena bisa-bisa malah merapuhka hubungan. Jangan banyak mengeluh kepada pasangan, tapi ucapkan syukur dalam setiap menghadapi kekalutan hidup. Sikap untuk belajar memberi yang terbaik untuk pasangan, akan semakin memperbesar kesetiaan cinta kepada pasangan Anda

Ketulusan itu, tidak mengharapkan adanya sikap balas budi… karena dalam perbuatan tulus, ada pengorbanan… Oleh karena perbuatan sebuah tindakan yang didasarkan pada ketulusan hati, seseorang akan dapat memberikan kebahagiaan kepada orang lain karena perbuatan yang dilandasi ketulusan tersebut, telah membuka pintu harapan (bahkan mungkin pula pintu kehidupan) kepada orang lain yang menerima perbuatan tulus tersebut.

Terkait dengan sebuah Pernikahan, Pada saat kita telah menerima atau telah menyatakan pernyataan cinta kepada seseorang yang kita kasihi, itu sama artinya kita telah siap untuk membagi hati serta sebagian waktu kita dalam mengisi hari-hari kita bersama suami/istri.

Adanya penerimaan diri untuk membuka hati dalam menerima atau menyatakan rasa cinta kepada seseorang, seharusnya diikuti pula oleh adanya keterbukaan pola pikiran kita, karena sikap open minded kita, kelak akan sangat mempengaruhi serta menentukan pada cara pandang atau pada cara kita memandang kepribadian maupun kehidupan suami/istri kita.

ØKenapa begitu?

ØKarena salah satu hakekat mengasihi orang lain dengan penuh ketulusan itu, adalah mencerna terlebih dahulu baru berpendapat atau bertindak.

ØBerbuatlah karena hati kita yakin bahwa perbuatan kita itu adalah sebuah perbuatan benar.

ØJanganlah kita membangun opini pribadi yang ingin menghadirkan suatu pola pandangan sebagai sebuah pembenaran.

Cara menentukan sikap yang didasarkan pada cara memandang kepribadian serta kehidupan suami/istri kita, akan turut menentukan atau mempengaruhi penilaian kita terhadapnya, yang kelak dapat berujung pada hadirnya sikap tulus untuk mau menerima keberadaan dan kondisi suami/istri, atau bahkan pada saat kita akan mengapresiasikan rasa sayangnya.

Hal itu perlu kita lakukan agar kita tidak melihat kekurangan yang ada pada suami/istri kita sebagai sesuatu yang bisa merusak hubungan cinta kasih , namun menghadirkan sikap diri untuk mau membantu memperbaiki atau menutupi kekurangannya itu.{PENTING}

Sikap ini merupakan tanda penerimaan kita, untuk mau mengenal serta perduli atas apa yang ada dalam diri suami/istri, Sisi kekurangan dalam diri seseorang, adalah sisi rentan yang dapat dijadikan alasan bagi seseorang untuk berubah sikap setia,bahkan menjadikan pasangan kurang berharga di mata kita,padahal tak ada seorangpun yang sempurna kecuali rasulullullah.

üDalam menjalin hubungan dengan suami/istri, kita tidak boleh bersikap egois. Kita tidak boleh banyak menuntut, memaksakan diri kita dan menganggap diri kita adalah yang terbaik atau sebagai pribadi yang tidak memiliki kesalahan.

üKita seharusnya sadar, bahwa kita juga bukanlah individu yang sempurna. Jadi, ketika ingin memperbaiki kesalahan suami/istri kita, selama kesalahan atau kekurangan dalam dirinya memang benar-benar tidak dapat diperbaiki, maka sebaiknya kita tidak menyederhanakan sebuah masalah dengan memvonis/memberikan hukuman yang tidak sepantasnya diberikan kepada kesalahan yang tidak terlalu prinsipil.

üEgoisme sikap, pada dasarnya dapat menghalangi tumbuhnya sikap tulus di dalam diri seseorang karena sikap egois membuat seseorang cenderung hanya memperhatikan atau mementingkan kepentingan diri sendirinya, dan seakan-akan lupa untuk berbuat baik kepada orang lain.

üAdanya egoisme, dapat membuat seseorang menjadi selalu memperhitungkan setiap perbuatan yang dilakukannya kepada orang lain. Hal tersebut justru membuat kita sulit untuk berbuat tulus pada suami/istri kita.

èUntuk apa kita mempertahankan sikap egoisme kita, kalau sikap egois tersebut justru membuat kita menghadapi dilema dalam membina hubungan harmonis dengan suami/istri kita yang telah kecewa terhadap sikap kita itu? Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.

èUntuk apa kita lebih mementingkan diri (tidak memiliki respon baik pada lingkungan sekitar) kita sendiri, kalau sikap egois tersebut justru membuat suami/istri kita menjadi tidak senang sama kita? Hubungan dengannya dapat merenggang, bahkan bisa menuai bencana,cerai misalnya.{oh no…I don’t want}

Apabila kita memang untuk bersedia berbagi kasih dengan orang lain (MENIKAH), maka kita juga harus bisa menyatakan sikap sudah memutuskan tulus kita pada pasangan kita (dalam arti positif, tentunya).Oleh karena itu hendaknya masing-masing kita menempatkan ketulusan hati nurani pada saat menjalankannya.

Dengan bersikap tulus, berarti kita telah memberi makna indah akan adanya sikap menghargai orang lain, serta menghargai hubungan yang telah kita bangun dengan kekasih hati kita{suami-istri}. Ketulusan sikap, bukan hanya membuat orang lain senang, namun juga bisa membahagiakan diri sendiri.Oleh karena itu, lakukanlah segala sesuatu yang bisa mendorong kita untuk dapat mencintai suami/istri kita dengan tulus.

Bersikap tulus memang seharusnya dijadikan budaya dalam kehidupan setiap orang karena dengan bersikap tulus, itu sama artinya telah menyatakan perbuatan kasih kepada orang lain. … hendaklah kamu bersungguh-sungguh saling mengasihi dengan segenap hatimu. Selamat berbagi kasih di dalam ketulusan (dalam arti positif tapinya yaaa…)

Sumber : www.kabarindonesia.com, dengan sedikit penambahan.

Senin, 17 Mei 2010

Kisah Penghuni Surga Terakhir

Bahwa Sahabat bertanya kepada Rasulullah saw: Wahai Rasulullah, apakah kami dapat melihat Tuhan kami pada hari kiamat? Rasulullah saw. bersabda: Apakah kalian terhalang melihat bulan di malam purnama?

Para sahabat menjawab: Tidak, wahai Rasulullah.

Rasulullah saw. bersabda: Apakah kalian terhalang melihat matahari yang tidak tertutup awan?

Mereka menjawab: Tidak, wahai Rasulullah.

Rasulullah saw. bersabda: Seperti itulah kalian akan melihat Allah. Barang siapa yang menyembah sesuatu, maka ia mengikuti sembahannya itu. Orang yang menyembah matahari mengikuti matahari, orang yang menyembah bulan mengikuti bulan, orang yang menyembah berhala mengikuti berhala.

Tinggallah umat ini, termasuk di antaranya yang munafik. Kemudian Allah datang kepada mereka dalam bentuk selain bentuk-Nya yang mereka kenal, seraya berfirman: Akulah Tuhan kalian.

Mereka (umat ini) berkata: Kami berlindung kepada Allah darimu. Ini adalah tempat kami, sampai Tuhan kami datang kepada kami. Apabila Tuhan datang, kami tentu mengenal-Nya.

Lalu Allah Taala datang kepada mereka dalam bentuk-Nya yang telah mereka kenal. Allah berfirman: Akulah Tuhan kalian.

Mereka pun berkata: Engkau Tuhan kami.

Mereka mengikuti-Nya. Dan Allah membentangkan jembatan di atas neraka Jahanam.

Aku (Rasulullah saw.) dan umatkulah yang pertama kali melintas. Pada saat itu, yang berbicara hanyalah para rasul. Doa para rasul saat itu adalah: Ya Allah, selamatkanlah, selamatkanlah.

Di dalam neraka Jahanam terdapat besi berkait seperti duri Sakdan (nama tumbuhan yang berduri besar di setiap sisinya).

Pernahkah kalian melihat Sakdan? Para sahabat menjawab: Ya, wahai Rasulullah.

Rasulullah saw. melanjutkan: Besi berkait itu seperti duri Sakdan, tetapi hanya Allah yang tahu seberapa besarnya. Besi berkait itu merenggut manusia dengan amal-amal mereka. Di antara mereka ada orang yang beriman, maka tetaplah amalnya. Dan di antara mereka ada yang dapat melintas, hingga selamat.

Setelah Allah selesai memberikan keputusan untuk para hamba dan dengan rahmat-Nya Dia ingin mengeluarkan orang-orang di antara ahli neraka yang Dia kehendaki, maka Dia memerintah para malaikat untuk mengeluarkan orang-orang yang tidak pernah menyekutukan Allah. Itulah orang-orang yang dikehendaki Allah untuk mendapatkan rahmat-Nya, yang mengucap: "Laa ilaaha illallah".

Para malaikat mengenali mereka di neraka dengan adanya bekas sujud. Api neraka memakan tubuh anak keturunan Adam, kecuali bekas sujud. Allah melarang neraka memakan bekas sujud. Mereka dikeluarkan dari neraka, dalam keadaan hangus. Lalu mereka disiram dengan air kehidupan, sehingga mereka menjadi tumbuh seperti biji-bijian tumbuh dalam kandungan banjir (lumpur).

Kemudian selesailah Allah Taala memberi keputusan di antara para hamba. Tinggal seorang lelaki yang menghadapkan wajahnya ke neraka. Dia adalah ahli surga yang terakhir masuk. Dia berkata: Ya Tuhanku, palingkanlah wajahku dari neraka, anginnya benar-benar menamparku dan nyala apinya membakarku. Dia terus memohon apa yang dibolehkan kepada Allah.

Kemudian Allah Taala berfirman: Mungkin, jika Aku mengabulkan permintaanmu, engkau akan meminta yang lain.

Orang itu menjawab: Aku tidak akan minta yang lain kepada-Mu.

Maka ia pun berjanji kepada Allah. Lalu Allah memalingkan wajahnya dari neraka. Ketika ia telah menghadap dan melihat surga, ia pun diam tertegun, kemudian berkata: Ya Tuhanku, majukanlah aku ke pintu surga.

Allah berkata: Bukankah engkau telah berjanji untuk tidak meminta kepada-Ku selain apa yang sudah Kuberikan, celaka engkau, hai anak-cucu Adam, ternyata engkau tidak menepati janji.

Orang itu berkata: Ya Tuhanku! Dia memohon terus kepada Allah, hingga Allah berfirman kepadanya: Mungkin jika Aku memberimu apa yang engkau pinta, engkau akan meminta yang lain lagi.

Orang itu berkata: Tidak, demi Keagungan-Mu. Dan ia berjanji lagi kepada Tuhannya. Lalu Allah mendekatkannya ke pintu surga. Setelah ia berdiri di ambang pintu surga, ternyata pintu surga terbuka lebar baginya, sehingga ia dapat melihat dengan jelas keindahan dan kesenangan yang ada di dalamnya.

Dia pun diam tertegun. Kemudian berkata: Ya Tuhanku, masukkanlah aku ke dalam surga.

Allah Taala berfirman kepadanya: Bukankah engkau telah berjanji tidak akan meminta selain apa yang telah Aku berikan? Celaka engkau, hai anak cucu Adam, betapa engkau tidak dapat menepati janji!

Orang itu berkata: Ya Tuhanku, aku tidak ingin menjadi makhluk-Mu yang paling malang. Dia terus memohon kepada Allah, sehingga membuat Allah Taala tertawa (ridha).

Ketika Allah Taala tertawa Dia berfirman: Masuklah engkau ke surga. Setelah orang itu masuk surga, Allah berfirman kepadanya: Inginkanlah sesuatu! Orang itu meminta kepada Tuhannya, sampai Allah mengingatkannya tentang ini dan itu. Ketika telah habis keinginan-keinginannya, Allah Taala berfirman: Itu semua untukmu, begitu pula yang semisalnya

(HR Muslim no 267)